Tidak Semua Di Atas Rata-Rata
Teman yang kau iri prestasinya itu, tetangga yang punya mobil keren di sebelah itu, mungkin saja semata pengecualian dari populasi yang ada. Boleh pengen, tapi jangan lalai dengan fakta yang ada.
Halo Sahabat #Gibah.
Terima kasih telah berlangganan newsletter #GibahInvestasi.
Gibah Investasi merupakan catatan berbaGI dari Tigor Siagian untuk memberi nilai tamBAH seputar masalah investasi dan keuangan. Gibah Investasi merupakan free newsletter dan dipublikasikan paling tidak sekali seminggu.
Ini adalah #GibahInvestasi edisi No. 56
Tidak Semua Di Atas Rata-Rata
Overconfidence, atau percaya diri yang berlebihan, adalah salah satu jenis bias kognitif yang sering mempengaruhi pengambilan keputusan. Hal tersebut terjadi ketika seseorang memiliki keyakinan yang berlebihan atas kemampuan atau pengetahuan yang dia miliki. Dalam konteks investasi, sikap overconfidence dapat memicu pengambilan risiko yang tidak proporsional atau keputusan yang didasarkan terlalu percaya diri. Ujungnya tentu dapat berdampak kepada kerugian besar.
Seorang investor mungkin dapat menjadi terlalu percaya diri akan kemampuannya dalam memilih saham atau aset yang menguntungkan. Investor tersebut mungkin merasa bahwa dia memiliki pengetahuan khusus atau keahlian analisis spesifik yang membuatnya lebih unggul daripada investor lain di pasar. Sebagai akibatnya, dia mungkin cenderung mengabaikan risiko yang sebenarnya atau malah tidak mempertimbangkan informasi yang relevan dengan cermat.
Salah satu penyebab utama dari sikap overconfidence dalam investasi adalah fenomena yang dikenal sebagai base rate fallacy, atau base rate neglect, yaitu kecenderungan untuk terlalu fokus pada informasi yang spesifik dan mengabaikan informasi yang sifatnya lebih umum atau base rate. Konsep ini diperkenalkan oleh Almarhum Daniel Kahneman, yang telah meninggal dunia bulan lalu, tepatnya 27 Maret 2024. Rest in peace, profesor.
Psikolog yang meraih Nobel ekonomi tahun 2002 ini dikenal sebagai bapak behavioral finance. Bukunya yang terkenal (dan wajib baca) adalah “Thinking, Fast and Slow”. Buku terakhir ditulis bersama Sunstein dan Sibony berjudul “Noise: A Flaw in Human Judgment.”
Base rate adalah frekuensi atau probabilitas kejadian tertentu dalam populasi yang bersifat umum. Dalam konteks investasi, ini bisa berarti secara statistik seberapa umum aset spesifik dapat menghasilkan keuntungan atau kerugian dalam jangka waktu tertentu. Sebagai contoh, untuk saham-saham IPO, seberapa besar persentase dari mereka yang menghasilkan keuntungan di atas rata-rata benchmark setelah periode satu tahun. Atau seberapa banyak hedge fund yang menghasilkan keuntungan setelah fee di atas keuntungan yang dihasilkan oleh investasi yang lebih aman seperti index fund atau obligasi pemerintah dalam periode lima tahun terakhir. Contoh lain adalah seberapa banyak orang berusia 30 dapat mencapai kekayaan bersih di atas 10 miliar rupiah hanya melalui trading forex?
Base rate neglect atau fallacy terjadi ketika seseorang gagal secara memadai memperhitungkan base rate yang relevan ketika membuat keputusan. Sebagai gantinya, malah cenderung terlalu mengandalkan kepada informasi tentang kasus yang bersifat individu atau spesifik maupun situasi yang baru saja terjadi. Dengan mengacu kepada contoh base rate di atas, maka gambaran base rate neglect adalah ketika investor melakukan penempatan investasi secara berlebihan kepada sembarang saham yang akan melakukan IPO, dengan mengacu kepada satu dua saham IPO yang masuk pemberitaan karena menghasilkan return multi-bagger. Atau resign dari pekerjaan karena ingin trading for living dari transaksi forex.
Ketika investor melakukan pengambilan keputusan dengan berperilaku base rate neglect, hal tersebut terjadi mungkin karena terlalu fokus pada kinerja historis atau informasi terbaru tentang suatu aset atau kinerja investasi tertentu. Mereka mungkin melihat contoh-contoh keberhasilan individu atau cerita-cerita sukses dari teman atau media sosial, dan berpikir kalau mereka bisa, tentu saya bisa, namun mengabaikan sebaran dari statistik umum yang ada. Teman yang mereka jadikan contoh ternyata secara statistik hanya 0.1% dari populasi yang ada. Karena itu peluang mereka untuk menjadi seperti teman mereka tentu dapat diestimasi kira-kira sebesar itu. Dengan peluang sekecil itu, mengambil keputusan yang berlebihan (resign dari pekerjaan, atau all-in) tentu keputusan yang tidak bijak.
Ketika base rate neglect terjadi, investor cenderung merasa lebih percaya diri daripada yang seharusnya tentang keputusan investasi mereka. Mereka mungkin mengabaikan risiko yang sebenarnya atau malah tidak mempersiapkan diri untuk kemungkinan hasil yang tidak sesuai harapan.
Dengan memahami peran base rate neglect dalam memicu sikap overconfidence, serta kelemahan kita sebagai investor yang dapat sesat pikir dengan mengambil keputusan, mudah-mudahan dapat lebih berhati-hati dalam membuat keputusan investasi. Cara yang mudah adalah dengan selalu mengecek informasi statistik umum yang tersedia atas hal spesifik yang akan kita lakukan, dan jangan terlalu silau dengan informasi yang disampaikan (terutama) melalui media sosial. Ingat, apa yang ditampilkan melalui media sosial bukanlah fakta, namun lebih kepada kurasi informasi yang baik dan bagus saja. Mudah-mudahan kita tidak terjerumus kepada pemikiran yang mengikuti Lake Wobegon Effect, di mana semua orang memiliki kemampuan di atas rata-rata. Karena tentu itu adalah hal yang mustahal.