Halo Sahabat #Gibah.
Terima kasih telah berlangganan newsletter #GibahInvestasi.
Gibah Investasi merupakan catatan berbaGI dari Tigor Siagian untuk memberi nilai tamBAH seputar masalah investasi dan keuangan. Gibah Investasi merupakan free newsletter dan dipublikasikan paling tidak sekali seminggu.
Ini adalah #GibahInvestasi edisi No. 14.
Pilih Tolak Ukur yang benar
Salah satu praktek pengelolaan dana yang secara umum belum luas digunakan dalam pengelolaan reksa dana oleh manajer investasi (MI) di Indonesia adalah penggunaan benchmark secara eksplisit. Benchmark atau tolak ukur acuan adalah ukuran objektif yang disepakati untuk mengukur kinerja MI. Kalau kinerja di bawah maka dikatakan underperformed dan sebaliknya disebut outperformed. Tentunya setiap MI berharap, dan diharapkan (oleh investor pemegang unit penyertaan) untuk dapat menghasilkan kinerja melebihi benchmark.
Pengamatan saya umumnya reksa dana hanya menyatakan tujuan atau objective dari pengelolaan untuk mendapatkan hasil yang maksimal atau optimal. Namun sangat jarang yang menyatakan benchmark yang digunakan. Saat ini yang menggunakan utamanya adalah index fund atau reksa dana indeks karena secara prinsip pengelolaan RD indeks mengharuskan MI mengelola dengan berpatokan terhadap indeks atau benchmark yang disepakati. Namun tentu saja RD indeks karenanya tidak bertujuan untuk mengungguli benchmark.
Pengamatan anekdotal banyak yang menggunakan ukuran absolut, relatif terhadap reksa dana lain, dibandingkan terhadap indeks reksa dana tertentu atau malah ada yang menggunakan ukuran pembanding seperti imbal hasil dari deposito atau malah yield obligasi. Sementara itu di Amerika Serikat atau negara maju lainnya, penggunaan benchmark merupakan best practice.
Kenapa menggunakan benchmark dalam pengelolaan dana itu penting, terutama yang sesuai? Karena benchmark menjadi acuan dari arah dan tujuan keuangan kita yang ingin dicapai dari investasi yang dilakukan. Kalau Anda menempatkan dana untuk mendapatkan return setara kinerja dari pasar saham, tentu tidak tepat kalau acuan yang menjadi ukuran adalah bunga deposito. Begitu pula kalau penempatan dana Anda ditujukan untuk mendapatkan keamanan untuk dana darurat, menjadi aneh kalau kemudian tolak ukur yang digunakan adalah return dari IHSG.
Karena pentingnya suatu benchmark yang baik, John L. Maginn, Donald L. Tuttle, Dennis W. McLeavey dan Jerald E. Pinto (2007) dalam “Managing Investment Portfolios: A Dynamic Process (CFA Institute Investment Series)” mendefinisikan tujuh kriteria benchmark yang baik dengan singkatan SAMURAI sebagai berikut:
Specified in advance: ditetapkan di awal.
Appropriate: konsisten dengan tujuan dan kemampuan.
Measurable: dapat diukur secara rutin dan diperbandingkan.
Unambiguous: jelas.
Reflective of current investment opinions: merefleksikan pandangan ke depan.
Accountable/Owned: dapat dipertanggungjawabkan.
Investable: dapat direalisasikan secara operasional.
Comparison is a thief of joy
Begitu pula kinerja keuangan maupun investasi anda. Dikenal dua cara untuk mengukur kinerja Anda, relatif terhadap diri sendiri atau dibandingkan relatif terhadap orang lain: benchmark internal versus benchmark eksternal.
Sebagaimana halnya yang disampaikan CFA Institute melalui Maginn dan kawan-kawan (2007) di atas, untuk mengukur kinerja keuangan Anda sebaiknya juga menggunakan benchmark yang tepat. Jangan asal menggunakan patokan pencapaian kekayaan orang lain. Sebagaimana kata-kata orang bijak: rumput tetangga selalu terlihat lebih hijau. Dan kita tidak pernah bisa tahu dengan pasti apakah rumput tersebut asli atau palsu. Apalagi kalau patokan contoh malah hasil flexing di media sosial dari orang-orang yang memang menggunakan flexing sebagai alat pemasaran, apapun dan selegit apa yang dipasarkan.
Masing-masing kita tahu tantangan hidup yang dihadapi dalam mencapai apa yang kita miliki saat ini. Begitu pula besarnya usaha dan perjuangan (serta kemungkinan air mata) yang dikeluarkan. Namun, tentu saja orang lain hanya melihat di mana kita berada pada titik waktu tertentu, tanpa dapat mengapresiasi perjuangan dan latar belakang seseorang. Setiap orang memiliki pergumulan masing-masing, itulah makanya personal finance itu bersifat personal. Dan itu kenapa penggunaan benchmark eksternal sedapat mungkin harus dihindari.
Benchmark eksternal cenderung menipu karena apa yang dipamerkan adalah hal-hal yang baik saja sementara bagian yang buruk, sulit, dan menyakitkan hampir pasti tidak pernah terlihat. Dan tentu kita tahu dari luar hampir semua terlihat lebih baik. Dengan hanya membandingkan pencapaian orang lain yang terlihat dari luar membuat Anda berada dalam situasi paham dengan perjuangan Anda sendiri tetapi buta terhadap perjuangan orang lain. Dengan situasi tersebut akan mudah untuk berasumsi bahwa Anda tidak memiliki keunggulan yang dimiliki oleh orang lain dengan pencapaian mereka, karena Anda semata tidak tahu dengan apa yang mereka alami hingga di titik sekarang. Namun apabila Anda lebih memilih fokus pada benchmark internal dan membandingkan situasi Anda sekarang dengan Anda di masa lalu, titik awal Anda, maka itu akan memberikan perspektif perkembangan yang lebih baik. Meminjam istilah Maginn et al (2007): appropriate dan accountable.
Dalam mengukur kinerja keuangan atau investasi Anda tidak bisa hanya menggunakan angka yang dianggap keren: IHSG, atau indikator lain yang tidak sesuai. Atau malah kata-kata influencer yang memang dipilih untuk menempatkan Anda dalam perspektif yang kurang tepat namun akan menguntungkan kepentingan si influencer, semisal begini: kalau sudah berumur 30 tahun masak belum punya 1 miliar?
Sebaiknya gunakan benchmark internal: kebutuhan dan tujuan yang disesuaikan dengan keadaan kita, di mana kita berada, mau kemana kita berjalan. Dengan benchmark internal yang benar, maka cara kita menempatkan atau memilih investasi akan sesuai dengan kenyamanan kita. Seberapa kerennya sebuah investasi, seberapa hypenya dan terlihat hebatnya iming-iming return yang ditawarkan, harus sesuai dengan tingkat kenyamanan kita. Apakah kita bisa tidur nyenyak atau malah gelisah dengan investasi yang kita pilih karena FOMO dan ingin terlihat keren? Apakah survey yang anda contreng saat akan mengisi formulir pembelian reksa dana bahwa anda berani kehilangan 30% kekayaan anda dalam jangka pendek, apakah pernah mengalaminya sendiri? Kemungkinan besar reaksi Anda akan sama dengan mereka yang melihat ular beneran namun memperkirakan reaksi semata dengan melihat gambar ular. Akan jauh berbeda.
Investasi yang baik adalah yang sesuai dengan tingkatan kenyamanan Anda. Apabila Anda nyaman dengan menempatkan di deposito, ya itu terserah Anda. Selama Anda tahu risiko lain yang menjadi trade-off dari kenyamanan tersebut: daya beli Anda di masa depan yang tergerus. Itulah pentingnya menyeimbangkan dengan diversifikasi, mencari titik keseimbangan antara kenyamanan ketakutan kehilangan uang dan keamanan nilai uang Anda di masa depan. Di situlah peran aset-aset tertentu seperti obligasi dan penempatan kas, untuk menyeimbangkan risiko.
Karena kalau Anda salah menempatkan ukuran kenyamanan investasi anda, maka ketika situasi tidak menyenangkan terjadi, pasti akan panik. Seluruh rencana akan bubar. Jadi mulai mengurangi atau malah berhenti mengkonsumsi advis investasi dari media sosial yang caranya semata dengan memamerkan harta benda. Tujuan Anda sudah pasti beda dengan tujuan mereka. Fokus kepada diri Anda: horison waktu dari tujuan Anda, nilai dari tujuan masing-masing, seberapa penting tujuan itu (prioritas).
Dengan tiga hal itu Anda dapat membuat layer tujuan dari yang terpenting hingga yang tersier. Semakin penting, dan semakin pendek horison, maka semakin rendah return yang Anda bisa harapkan: tempatkan pada kas atau setara kas. Kalau tidak cukup untuk mengakumulasi sesuatu nilai yang dituju? Itu artinya Anda harus mengorbankan konsumsi yang lain atau nilai yang harus disesuaikan. Fokus pada saving dibandingkan kepada mencari return. Yang pertama mostly berada di dalam kendali Anda.