Pain, Not (always) Gain
Bagaimana Anda sebagai investor individu memiliki kelebihan dibanding investor institusi, bahkan para Hedge Funds. Kemampuan untuk mengatakan "Gak Dulu" pada apa yang tidak anda pahami.
#GibahInvestasi No. 3.
Pengambilalihan ‘paksa’ Credit Suisse (CS) oleh UBS yang dicomblangin oleh otoritas Swiss menyisakan kepahitan bagi pemegang obligasi, khususnya obligasi jenis AT1 (additional tier 1) yang dikeluarkan oleh CS. Drama akhir minggu yang menyebarkan ketakutan pada obligasi perbankan di seluruh dunia berakhir dengan keputusan otoritas di Swiss agar UBS membayar $3,25 miliar untuk kepemilikan kepada pemegang saham CS, namun di sisi lain menihilkan (write down) kewajiban dari utang obligasi AT1 senilai $17 miliar.
Para pemegang obligasi tersebut kemudian tentu saja berlomba menuntut ke pengadilan atas kewajiban CS untuk membayar. Beberapa nama besar sebagai pemilik obligasi muncul di permukaan melalui pemberitaan media. Seperti hedge fund Appaloosa Management milik David Tepper yang berspesialisasi pada aset dari perusahaan bermasalah (distressed securities) dengan nilai kelolaan dana (asset under management) sekitar $14 miliar, RBC Blue Bay, manajer investasi milik Royal Bank of Canada yang berspesialisasi pada investasi obligasi, Lazard, PIMCO, Invesco, Legg Mason dan Värde Partners.
Dari pemberitaan Financial Times, diketahui bahwa beberapa manajer investasi tersebut terutama para hedge fund membeli obligasi AT1 di tengah pemberitaan CS tertimpa masalah. Di saat harga obligasi mereka tertekan setelah investor utama CS yaitu Saudi National Bank menolak untuk menyuntikkan tambahan dana ke CS.
Sederhananya, ketika harga obligasi tersebut terjun bebas (yield-nya meningkat tajam), para manajer investasi yang memang mengkhususkan diri pada perusahaan-perusahaan bermasalah (distressed funds) kemudian memburu obligasi berisiko tersebut di harga yang sangat murah (yield meningkat tajam, harga menurun signifikan) dengan perkiraan bahwa pemerintah Swiss akan melakukan penyelamatan dengan mengatur merger CS dengan rivalnya, UBS.
Kita kemudian tahu bahwa thesis dari skenario harapan tersebut benar terjadi yaitu CS diambil alih oleh UBS. Namun sayangnya, hasil dari transaksinya salah atau memberikan hasil yang berbeda dari yang diperkirakan. Alih-alih dapat membeli murah (buy low) kemudian jual mahal (sell high) dengan perkiraan yield obligasi AT1 akan recover (yield menurun, harga meningkat) pasca penyelamatan. Tapi yang terjadi karena peristiwa ‘penyelamatan’ tersebut obligasi AT1 malah di write down menjadi nihil (Write Down to Null and Void).
Oops!
Obligasi additional tier 1 capital securities atau AT1s atau contingent convertibles atau CoCos merupakan instrumen yang cukup complex. Berbeda dengan obligasi plain vanilla biasa, obligasi AT1 sebagaimana pada Fig 1 dan Fig 2 di bawah memiliki:
a. Bersifat perpetual atau tidak memiliki jangka waktu.
b. Memberikan kupon tetap (fixed coupon), yang tinggi dibandingkan kupon dari obligasi dengan maturity yang setara dengan call date (misalnya 5 tahun).
c. Walau perpetual namun memiliki call date, dimana perusahaan penerbit (issuer) dapat membeli (call) obligasi tersebut. Dan issuer biasanya melakukan hal tersebut.
d. Memiliki aturan bersyarat yang memungkinkan obligasi tersebut dikonversi menjadi equity atau dinihilkan, untuk memperbaiki struktur capital dari issuer


Perdebatan apakah klausul yang menihilkan obligasi AT1 tersebut tepat atau tidak, apakah pemerintah dan otoritas Swiss memiliki kewenangan untuk melakukan itu, serta apakah dalam pengambilalihan tersebut saham (common equity) benar memiliki tingkatan yang lebih senior dalam struktur capital dibandingkan obligasi, serta hal legal lain tentu akan kita ketahui jawabannya setelah sengketa tersebut selesai di pengadilan. Namun terlepas dari itu terdapat satu hal yang bisa kita petik dari transaksi tersebut:
Obligasi AT1 jelas adalah instrumen yang memberikan ekspektasi RETURN TINGGI. Dengan harapan akan return yang tinggi, maka RISIKO yang melekat tentunya juga TINGGI.
Singkatnya obligasi AT1 merupakan instrumen yang desainnya jauh dari sederhana dan ditujukan untuk kepentingan perbaikan capital dari issuer. Berdasarkan tujuan itu maka dari sisi investor obligasi tersebut karenanya menjadi sangat berisiko, dan karenanya memberikan trade off yield yang tinggi. Investor yang membeli obligasi tersebut seharusnya sadar dengan risiko yang tercermin dari peluang keuntungan karena yield yang tinggi. Dari prospektus dan deskripsi Bloomberg pada Fig1 dan Fig 2 di atas dapat dilihat bahwa pada saat diterbitkan di tahun 2022 obligasi AT1 milik CS di atas menjanjikan kupon sebesar 9,75%! atau spread (selisih) sebesar hampir 639 bps (basis points) atau 6,39% dari obligasi pemerintah AS berjangka waktu 5 tahun!
Seperti dikatakan Matt Levine di kolom Bloomberg kalau obligasi AT1 tersebut tricky:
These securities are, basically, a trick. To investors, they seem like bonds: They pay interest, get paid back in five years, feel pretty safe. To regulators, they seem like equity: If the bank runs into trouble, it can raise capital by zeroing the AT1s. If investors think they are bonds and regulators think they are equity, somebody is wrong. The investors are wrong.
Lebih jauh kenapa CS menerbitkan obligasi tersebut:
The point of this AT1 is that if the bank has too little equity (but not zero!), the AT1 gets zeroed to rebuild equity! That's why Credit Suisse issued it, it’s why regulators wanted it, and it would be weird not to use it here.
Dan terakhir kesalahpemahaman yang menguntungkan CS sebagai penerbit obligasi:
That's the trick! The trick of the AT1s — the reason that banks and regulators like them — is that they are equity, and they say they are equity, and they are totally clear and transparent about how they work, but investors assume that they are bonds. You go to investors and say “would you like to buy a bond that goes to zero before the common stock does” and the investors say “sure I’d love to buy a bond that could never go to zero before the common stock does,” and the bank benefits from the misunderstanding.
Sederhananya, obligasi AT1 adalah obligasi yang memiliki fitur untuk menyelamatkan ketika bank mengalami masalah, dengan segala persyaratan yang ada di dalamnya. Walau dari luar kelihatan seperti obligasi, namun sifatnya lebih menyerupai saham. Itu adalah fitur utama dari obligasi tesebut, dan itulah alasan utama CS menerbitkan obligasi tersebut. Kesalahpahaman dari investor akan sifat dari obligasi tersebut yang membuat bank diuntungkan atas penerbitan obligasi itu dan yang membuat obligasi tersebut mencapai tujuan utama dari penerbitannya: menyelamatkan bank.
Jadi dapat dibayangkan ketika para hedge funds membeli obligasi AT1 tersebut di tengah penurunan yield. Berharap mengambil untung, berpikir bahwa selisih yield telah cukup mengkompensasi buffer, margin of safety untuk berjaga-jaga ketika perkiraan mereka salah.

Dan, BOOM: Write Down to Null and Void.
“Risk is what’s left over when you think you’ve thought of everything.”
- Carl Richards
High Return, High Risk.
Period.
Cocos bonds atau AT1 bonds dari Credit Suisse mengingatkan kita bahwa fluktuasi dari harga aset semata adalah risiko cetek (shallow risk) dan risiko sebenarnya (deep risk) adalah potensi kehilangan uang kita (permanent loss of capital). Investor bonds di atas kehilangan segalanya karena wipe out sesuai dengan sifat dari AT1 bonds itu sendiri. Padahal mereka adalah para professional di bidang pengelolaan aset dan investasi. Beberapa malahan hedge funds yang spesialisasinya memang berburu distressed assets.
Dan semua informasi soal bonds AT1 ada pada prospektus, the fine print. Kejadian di atas mengingatkan juga pada tahun 2019 ketika Santander Bank tidak mem-buy back (call) obligasi AT1 mereka, semua panik dan kaget. Padahal issuer melakukan melakukan call atau tidak merupakan pilihan dari issuer itu, dan fitur callable itu seharusnya sudah priced-in ke dalam harga dan harapan return dari obligasi tersebut. Dengan issuer memiliki hak dan bukan kewajiban untuk membeli kembali di harga par (100), maka teori pricing mengatakan bahwa harga dari obligasi tersebut telah termasuk premi atas hak (embedded call option) yang dibayarkan oleh issuer kepada pembeli obligasi.
Jadi risikonya telah dikompensasi dengan yield yang tinggi dari bonds tersebut. Kalau biasanya bukan berarti akan selalu seperti itu. Jelas.
“It ain’t what you don’t know that gets you into trouble. It’s what you know for sure that just ain’t so. “ – Mark Twain
Pelajaran bagi investor Individual
Kemudian apa yang bisa dipetik dari kasus transaksi AT1 di atas bagi Anda investor individual?
No pain, no gain, merupakan frasa favorit yang sering dikutip oleh mereka yang sedang menjual sesuatu yang berisiko. Seolah-olah di dalam domain investasi, sebab dan akibat selalu jelas, linier dan dapat diperkirakan dengan pasti. Bahwa untuk untung harus sakit dahulu. Untung sebagai akibat, dan sakit sebagai sebab.
Tidak begitu, Ferguso.
Gain tidak semerta merta mengikuti pain yang telah dialami. Risiko yang diambil tidak selalu dikompensasi oleh keuntungan yang sepadan.
Risiko yang diambil bisa risiko yang tidak diketahui, seperti perkataan Mark Twain di atas. Risiko yang diambil bisa juga risiko yang dipersepsi salah, dalam hal ini fluktuasi, namun risiko sesungguhnya menyelinap di belakang.
Namun gain yang diharapkan atau telah dinikmati, apalagi bila nilainya besar, dapat dipastikan merupakan hasil dari mengambil risiko (risk taking) yang juga besar. Anda sadar atau tidak, di situ masalahnya. Terkadang hasil yang kita terima ternyata semata merupakan buah dari tindakan yang disebut oleh Wolf dan Kay: “Picking pennies in front of a steamroller.”
Ga sebanding antara hasil dan risikonya.
Padahal keunggulan Anda sebagai investor individu dibandingkan para profesional tersebut adalah Anda tidak memiliki career risk sebagaimana hedge funds tersebut yang dapat kehilangan jabatan apabila tidak mencapai target, tidak mampu beating benchmark, atau tidak mampu menghasilkan performance fee.
Sebagai investor individu, Anda tidak harus selalu mengambil setiap kesempatan yang ada, setiap tawaran yang diberikan. Kalau tidak paham, terlalu rumit, terlalu kompleks seperti obligasi AT1, atau seperti istilah Buffett “hard to understand”, katakan “GAK DULU”, skip aja. Masih banyak kesempatan di luar sana.
Lebih konyol lagi kalau sudah merasa paham, ternyata salah: “It’s what you know for sure that just ain’t so.”