Mitos Return 20%
Tentu saja ada yang bisa mendapatkan return 20% dalam suatu waktu, persoalannya adalah seberapa besar kemungkinan return tersebut dicapai secara konsisten, per tahun dalam jangka panjang?
Halo Sahabat #Gibah.
Terima kasih telah berlangganan newsletter #GibahInvestasi.
Gibah Investasi merupakan catatan berbaGI dari Tigor Siagian untuk memberi nilai tamBAH seputar masalah investasi dan keuangan. Gibah Investasi merupakan free newsletter dan dipublikasikan paling tidak sekali seminggu.
Ini adalah #GibahInvestasi edisi No. 19.
Mitos Return 20%
Ronald Reagan pernah berkata soal informasi sebagai berikut: “Trust but verify.” Kita bisa mendapatkan data, informasi dari sumber yang bisa dipercaya. Namun penting untuk selalu memverifikasi kebenaran dari data dan informasi tersebut.
Seperti judul di atas, salah satu informasi yang menurut saya sudah menjelma menjadi mitos adalah angka return 20% yang sering digunakan dalam konten soal keuangan. Baik terkait perencanaan keuangan, pensiun maupun pengakuan kepiawaian dalam berinvestasi. Sebenarnya juga tidak harus 20%, bisa 25%, 35% ataupun angka lainnya. Namun sepertinya angka 20% sudah jadi sweet spot.
Kenapa 20% kemudian menjadi mitos karena sepertinya tidak ada yang mau atau berkeinginan untuk memverifikasi angka 20% tersebut. Masuk akal, dan/atau benar tidaknya.
Dalam konteks contoh-contoh perencanaan keuangan pribadi atau pensiun, angka 20% umum digunakan sebagai asumsi dasar dari return aset saham, yang biasanya diwakili oleh return reksa dana saham (RDS). Asumsi tersebut, bersama asumsi return kelas aset lain, kemudian menjelma menjadi alokasi aset yang digunakan untuk merencanakan tujuan keuangan masa depan. Kita tahu alokasi aset menentukan 80-90% dari return suatu portfolio. Sementara return portfolio merupakan rata-rata tertimbang dari return dari masing-masing kelas aset. Jadi kalau suatu asumsi meleset, maka akan meleset pula proyeksi return dari portofolio tersebut. Sejalan dengan penyimpangan karena asumsi yang meleset, begitu pula pencapaian tujuan keuangan Anda.
Sebagai contoh apabila Anda punya tujuan mencapai dana pensiun sebesar Rp 10 miliar dalam 30 tahun, dengan asumsi alokasi saham 60% dan obligasi 30% serta kas 10%. Apabila tujuan tersebut mengasumsikan return sebesar 14,3% dengan asumsi return saham 20%, obligasi 7% dan kas 2%, maka apabila return saham meleset menjadi hanya 10% maka akan menghasilkan return sebesar 8,3%. Hampir separuh dari asumsi awal. Dengan hasil seperti itu dapat dibayangkan bahwa dana pensiun Anda pasti akan kurang dari Rp 10 miliar. Konsekuensinya, semua perencanaan dengan uang sebesar itu harus diperhitungkan kembali dengan nilai yang lebih rendah (artinya menurunkan pengeluaran), atau alternatifnya dengan memperpanjang masa kerja melebihi rencana 30 tahun. Apapun yang dipilih, yang pasti rencana Anda dapat dikatakan telah berantakan.
Kenapa banyak orang sepertinya tidak curiga dengan penggunaan angka 20%? Saya menduga, pertama karena tidak paham atau tidak tahu dan kedua angka 20% dianggap bukan angka yang cukup besar sehingga dapat menimbulkan kecurigaan. Kedua hal tersebut tentu saja erat dengan pengetahuan tentang keuangan, terlebih kesadaran (numeracy) tentang angka dan perhitungan khususnya dalam topik finansial.
Sebenarnya seberapa besar atau kecilkah angka 20% tersebut dalam konteks return aset saham? Kalau kita menggunakan indeks harga saham gabungan (IHSG) dari Bursa Efek Indonesia sebagai patokan, return tahunan untuk 5, 10 dan 20 tahun masing-masing sebesar 5,8%, 2,72% dan 18,3%. Seluruhnya dibawah 20%. Sementara itu apabila menggunakan patokan dari MI yang mengelola RDS dengan cukup waktu yang lama, return berkisar antara 2,73% dalam rentang 5 tahun hingga 18,7% dalam rentang sejak inception di tahun 1997. Semuanya juga dibawah 20%.
Sebagai tambahan perlu diingat bahwa angka maksimal 18,3% atau 18,7% tersebut merupakan rata-rata dari return sepanjang periode. Artinya terdapat situasi dimana return yang dihasilkan lebih dan kurang dari angka return tersebut. Sementara dalam asumsi return per tahun yang digunakan dalam perencanaan tujuan keuangan, return diasumsikan tercapai setiap tahun sehingga didapatkan efek compounding yang membantu pencapaian tujuan keuangan.
Karena itu, maka pertanyaan kedua yang perlu didalami adalah seberapa besar kemungkinan return sebesar 20% itu tercapai dalam periode tahunan? Berdasarkan histogram return tahunan IHSG sejak 1990 hingga 2022 return 20% hanya dicapai dengan persentase sebesar kira-kira 3,5%. Artinya kalau data historis dapat menggambarkan kecenderungan di masa depan, sepertinya sangat kecil peluang untuk bisa mencapai return 20% setiap tahun.
Terus kenapa kemudian tetap banyak yang masih menggunakan angka tersebut, baik dalam contoh-contoh perencanaan keuangan maupun dalam memamerkan kehebatan investasi baik berupa pengakuan sepihak ataupun screenshot dari transaksi? Ya tentu saja pertama karena angka tersebut dapat mendukung cerita dalam contoh yang disampaikan serta mayoritas penerima informasi tidak paham baik tentang signifikansi dari angka 20% tersebut maupun tentang seberapa masuk akal angka tersebut dapat dicapai secara konsisten.
Saat ini hanya Manajer Investasi yang mengelola Reksa Dana yang bisa dipercaya dengan return yang dipublikasi, karena pertama mereka diawasi oleh otoritas dan diatur sedemikian rupa oleh pengaturan di mana perhitungan dilakukan oleh pihak terpisah (kustodian) dengan metode yang telah ditetapkan. Sementara pihak lain yang hanya mengaku secara sepihak tentang kinerja dan prestasi, apabila tidak dapat menyampaikan dukungan data seperti pengaturan reksa dana tersebut, maka seyogyanya hanya sebatas pengakuan sepihak. Pengakuan sepihak seperti itu, tentu hanya he says, she says tidak ada cara mengecek kebenarannya. Seperti kata Reagan: … but verify.
Berdasarkan kriteria verifikasi tersebut, maka dengan data RDS di atas yang juga tidak mampu menghasilkan return 20 per tahun, kira-kira seberapa besar peluang random people ngaku bisa menghasilkan return 20% per tahun di pasar saham, secara konsisten? Tentu sangat rendah.
Karena itu lain kali apabila Anda mendapatkan orang atau institusi yang entah menggunakan angka 20% return sebagai asumsi return saham per tahun dalam perencanaan keuangan, maupun mengaku mampu menghasilkan return investasi namun tidak dapat memenuhi prinsip verifikasi serta memberikan data dan informasi yang mendukung seperti yang dilakukan OJK terhadap MI, maka dapat dipastikan bahwa informasi tersebut adalah informasi yang berpotensi menyesatkan. Kemudian apabila pihak yang sama ternyata juga menjual jasa atau produk, maka itu merupakan tanda agar Anda secepatnya menghindari pihak tersebut.