Mengatasi Planning Fallacy
Bagaimana memitigasi bias kognitif yang merugikan bagi perencanaan investasi untuk mencapai tujuan keuangan Anda.
Halo Sahabat #Gibah.
Terima kasih telah berlangganan newsletter #GibahInvestasi.
Gibah Investasi merupakan catatan berbaGI dari Tigor Siagian untuk memberi nilai tamBAH seputar masalah investasi dan keuangan. Gibah Investasi merupakan free newsletter dan dipublikasikan paling tidak sekali seminggu.
Ini adalah #GibahInvestasi edisi No. 31
Mengatasi Planning Fallacy
Minggu ini, tepatnya tanggal 20 Oktober 2023, Sydney Opera House genap berumur setengah abad. Bangunan ikonik Australia yang mirip kerang tersebut merupakan salah satu tempat berfoto wajib apabila kita mengunjungi kota Sydney di negara bagian New South Wales.
Walaupun menjadi satu dari bangunan yang unik dan dikenal orang melambangkan Australia, namun Opera House juga merupakan simbol dari suatu hal yang sepertinya tidak bisa dibanggakan, yaitu hasil dari planning fallacy atau kekeliruan perencanaan. Sydney Opera House diselesaikan dengan over budget sebesar 1357% dan terlambat 10 tahun dari rencana semula. Saking fenomenal kekeliruan tersebut, Opera House bahkan menduduki urutan kedua dari daftar “Monumental Budget Buster”, dan hanya kalah dari Stadium Olympic Montreal, Kanada.
Menurut definisi, planning fallacy adalah bias kognitif di mana kecenderungan seseorang memiliki optimisme berlebihan dan meremehkan waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan suatu pekerjaan. di masa depan. Planning fallacy dikenal juga sebagai 'wishful thinking' atau 'angan-angan' karena orang yang melakukan bias tersebut dianggap membuat asumsi yang tidak realistis mengenai sesuatu. Konsep planning fallacy pertama kali diperkenalkan oleh psikolog yang ahli ekonomi dan pemenang Nobel ekonomi, Daniel Kahneman dan rekannya, Amos Tversky.
Planning fallacy tentu saja juga sering terjadi pada perencanaan keuangan. Terutama yang terkait investasi jangka panjang, seperti perencanaan dana pensiun. Dengan hasil yang baru akan diterima setelah waktu yang cukup lama, 20 hingga 30 tahun, perencanaan dana pensiun tentu merupakan kandidat terkuat bagi dampak atas bias yang diakibatkan oleh optimisme atas waktu maupun bias lain yang serupa yaitu overconfidence.
Walau sumber dari bias planning adalah menetapkan deadline yang tidak realistis, namun seperti halnya bias overconfidence, keduanya disebabkan oleh optimisme yang berlebihan. Atau mungkin tepatnya optimisme yang tidak berdasar. Hal tersebut bisa disebabkan mulai dari semata tidak paham akan informasi yang dibutuhkan untuk perencanaan, atau malah semata wishful thinking karena karena berangan-angan dapat memberikan perasaan nyaman dan tidak merasa bersalah.
Terkait dengan perencanaan keuangan secara umum ataupun dana pensiun secara khusus, kedua bias tersebut tentu saja menimbulkan risiko. Risiko menurut Elroy Dimson “risk means more things can happen than will happen.” Sementara Carl Richards mengatakan “risk is what’s left over after you think you’ve thought of everything.”
Hal yang tidak dipikirkan. Hal yang dianggap tidak akan sering terjadi. Semua itu adalah risiko. Dampak dari risiko tersebut semakin besar apabila dampaknya baru disadari terlambat dan untuk membalikkan membutuhkan waktu yang cukup lama. Hal inilah yang dapat terjadi apabila bias planning dan overconfidence memberikan dampak kepada perencanaan dana pensiun yang meleset dari yang dibutuhkan.
Manusia umumnya pandai mengelola risiko dengan berpatokan pada hal-hal yang pernah terjadi. Dengan melihat ke belakang berdasarkan data historis. Namun kita tidak mampu bersiap atas sesuatu yang bahkan tidak dapat kita bayangkan. Sementara risiko, masalah yang Anda hadapi adalah truk yang tiba-tiba muncul dari balik tikungan tepat di jalur Anda. Atau pandemi yang tiba-tiba menghantam dan menghabiskan bertahun-tahun penanganan.
Tentu juga tidak benar kalau kemudian Anda hanya mengurung diri, menghindari untuk mengambil risiko. Jadi apa yang harus kita lakukan untuk memitigasi bias-bias tersebut, terutama yang berkaitan dengan risiko penyiapan dana pensiun untuk masa tua Anda?
Opsi pertama adalah sebagaimana Kahneman dalam bukunya “Thinking, Fast and Slow,’ gunakan outside view sebagai patokan perencanaan dibandingkan berangan-angan dengan intuisi dan kepercayaan Anda. Outside view adalah fakta, informasi yang dapat dipercaya, pengalaman empiris pelaksanaan atau pengerjaan suatu hal dan lain-lain.
Sebagai contoh yang dikemukakan Kahneman sendiri dalam bukunya tersebut di atas, suatu waktu ketika beliau dan rekan kerjanya ingin menulis buku teks untuk mahasiswa. Di saat awal perencanaan mereka menggunakan perkiraan bahwa penulisan buku tersebut membutuhkan waktu sekitar satu setengah tahun. Setelah bertahun-tahun molor dan akhirnya pun buku tersebut tidak selesai, Kahneman dan kawan-kawan baru menyadari bahwa waktu yang dibutuhkan untuk menulis buku teks oleh penulis terbaik yang jelas berada di atas mereka adalah 10 tahun. Jadi jelas dengan menetapkan satu setengah tahun merupakan suatu optimisme yang tidak berdasar.
Kemudian apakah penggunaan outside view tersebut sudah cukup? Opsi kedua yang dapat menjadi komplemen dalam mengatasi biases adalah membuat situasi Anda resilien. Caranya dengan menerapkan margin of safety yang cukup sebagai buffer dalam memitigasi kemungkinan kesalahan dalam estimasi. Dengan contoh menulis buku di atas, kita bisa menambahkan 1 hingga 2 tahun tambahan sebagai margin of safety.
Jadi agar Anda tidak mengalami kesulitan karena bias planning fallacy dan juga overconfidence dalam merencanakan dan melakukan pengelolaan keuangan dan investasi untuk mencapai tujuan jangka panjang, pertama Anda tentu harus paham akan bias yang Anda miliki. Bahwa musuh terbesar kita adalah dia yang kita lihat ketika bercermin. Setelah sadar akan kelemahan maka perlu menerapkan langkah yang sesuai untuk mengatasi kelemahan. Dalam hal dua bias di atas, opsinya adalah gunakan outside view dan terapkan margin of safety. Dalam hal perencanaan keuangan, bisa gunakan waktu yang lebih panjang bagi efek compounding yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan jangka panjang, serta tambahkan margin of safety ke dalam expected return yang menjadi asumsi.