Hati-hati Dengan Kata Bijak di Medsos
Anda harus hati-hati dengan penggunaan kata-kata bijak di media sosial. Kecuali Anda seorang Peter Lynch, sekedar membeli saham berdasar produk yang anda pakai bisa menjerumuskan jadi nyangkuter.
Halo Sahabat #Gibah.
Terima kasih telah berlangganan newsletter #GibahInvestasi.
Gibah Investasi merupakan catatan berbaGI dari Tigor Siagian untuk memberi nilai tamBAH seputar masalah investasi dan keuangan. Gibah Investasi merupakan free newsletter dan dipublikasikan paling tidak sekali seminggu.
Ini adalah #GibahInvestasi edisi No. 15.
Hati-hati Dengan Kata Bijak di Medsos
Salah satu strategi dalam membuat konten yang dapat menarik perhatian adalah dengan mengutip kata-kata bijak (quotes) dari orang-orang terkenal. Begitu pula yang umum terjadi di dunia medsos keuangan. Yang biasa dikutip tentu adalah para raksasa investasi seperti misalnya Warren Buffett dan Peter Lynch.
Namun yang menjadi masalah kalimat bijak tersebut kadang digunakan dan ditempatkan dalam konteks yang tidak pas. Walau dapat dimengerti karena tujuan awal penggunaan kalimat tersebut mungkin memang ditujukan sebagai pemanis dari konten. Namun bagi audiens yang kurang informasi hal tersebut tentu berpotensi menyesatkan (misleading).
Salah satu yang sering digunakan adalah kata-kata Peter Lynch agar dalam memilih saham andalan investor menggunakan prinsip "buy what you know,” atau membeli saham dari perusahaan yang kamu ketahui. Prinsip tersebut lebih jauh diterjemahkan oleh investor pemula serta digunakan oleh finfluencer untuk mempromosikan strategi “beli saham yang perusahaannya kamu kenal dan produknya kamu gunakan.” Dalam praktiknya prinsip tersebut digunakan untuk menjustifikasi atau kalau tidak mau disebut mempromosikan pembelian saham-saham emiten produsen barang yang digunakan dalam keseharian masyarakat seperti mie instan, odol, sabun dan lain-lain.
Terus di mana masalahnya?
Sebagaimana biasanya conventional wisdom, sayangnya prinsip tersebut kurang tepat apabila digunakan dalam penempatan investasi yang tujuannya untuk mendapatkan keuntungan sekaligus melindungi modal. Sebatas mengenal emiten dan menggunakan produknya tentu bukan alasan yang cukup dalam menilai harga sebuah saham. Dan kita tahu keberhasilan investasi mayoritas ditentukan dari harga yang dibayarkan. Dengan kerangka berpikir tersebut dapat dikatakan bahwa suatu perusahaan yang bagus, belum tentu merupakan pilihan investasi yang baik. Karena investasi yang baik adalah yang dibeli dengan harga yang lebih rendah dari nilainya.
Sementara itu untuk menilai suatu saham (valuasi), tentu tidak cukup hanya dengan menggunakan perasaan senang atau puas menggunakan barang yang diproduksi oleh emiten. Namun juga diperlukan analisis yang mendalam keterkaitan produk tersebut dengan nilai saham di masa depan. Detail lengkap pembahasan analisis tersebut tentu tidak cukup kalau dibahas dalam post ini namun singkatnya analisis dan cakupannya harus dapat meyakinkan bahwa harga saham saat ini lebih rendah dibandingkan nilainya. Rendah di sini tentu relatif terhadap seberapa besar keuntungan yang diharapkan oleh investor beserta margin of safety yang digunakan.
Seperti dikatakan Buffett:
"Price is what you pay, value is what you get."
Argumen di atas tentu tidak populer bagi investor yang posisinya saat ini nyangkut di saham-saham tertentu yang dibeli dengan prinsip di atas. Walau banyak dari mereka kemudian (sepertinya) cukup terhibur dengan perks yang didapatkan saat mengikuti RUPS. Karena kebiasaan dari emiten dalam industri tertentu biasanya memberikan barang produksi mereka dalam jumlah yang cukup banyak sebagai kenang-kenangan dalam goody bags untuk peserta RUPS.
Bagi jenis investor tersebut, biasanya kemudian menggunakan kalimat Lynch lain yang juga populer digunakan sebagai kutipan motivasi investasi: "All the math you need in the stock market you get in the fourth grade." Seolah-olah Lynch mengatakan kalau anda ga perlu jenius untuk bisa sukses di pasar saham, dan itu dapat mendukung prinsip pembelian saham di atas.
Tentu apa yang dikatakan oleh Lynch benar adanya. Untuk melakukan valuasi saham yang baik, tidak diperlukan matematika yang canggih. Cukup kemampuan melakukan operasi aritmatika sederhana: tambah, kurang, kali, bagi. Namun tentu saja kemampuan berhitung tersebut harus ditempatkan dalam konteksnya yang tepat: valuasi efek (securities valuation).
Isi dari buku text klasik 700 halaman karangan Graham dan Dodd yang menjadi panduan dalam valuasi efek: Security Analysis: Principles and Technique hanya menerapkan aritmatika sederhana tersebut. Namun tentu saja kemampuan hitung tersebut semata merupakan alat untuk melakukan analisa. Namun kerangka berpikir, pemahaman akan laporan keuangan, detail dari standar dan perlakuan akuntansi yang mendasari laporan keuangan, analisa kompetisi dari pelaku industri dan lain-lainnya tidak dapat di-bypass hanya oleh semata pengetahuan berupa matematika di fourth grade.
Tentu saja untuk berinvestasi dengan baik anda tidak perlu mengetahui detail seperti di atas. Peter Lynch mengemukakan prinsipnya yang diambil out of context tersebut, ditujukan untuk memilih saham. Dalam bukunya, Lynch menyebutkan bahwa mengenal perusahaan dan produk hanyalah awal dari analisis mendalam, due diligence yang dilakukan oleh dia sebelum melakukan pembelian. Jadi tidak sesederhana, “eh sabunnya harum. kalo gue beli sahamnya bisa multi bagger nih…” ferguso.
Memilih saham tertentu adalah salah cara berinvestasi, namun bukan berarti cara satu-satunya ataupun cara yang terbaik. Membeli index fund atau reksa dana saham yang broadly diversified dengan biaya rendah adalah salah satu cara berinvestasi tanpa perlu paham secara detail memilih saham-saham yang dapat memberikan keuntungan maksimal.
Poin pelajaran dari pembahasan di atas adalah kita harus selalu berhati-hati dengan informasi yang disampaikan melalui medsos. Kita harus tahu dan paham dengan latar belakang motivasi penyampaian informasi tersebut. Jangan sampai fafifu yang menyesatkan kemudian menjerumuskan kita masuk ke dalam golongan nyangkuter.